PEWARISAN HARTA PUSAKA TINGGI KEPADA ANAK PEREMPUAN DI MINANG KABAU DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN HUKUM ISLAM

Linda Firdawaty

Abstract


Hukum Islam telah mengatur tentang pembagian harta warisan dengan aturan yang sangat adil sebagaimana yang telah ditetapkan dalam al-Quran dan al-Hadist. Konsep adil menurut al-Qur’an adalah memberikan porsi laki-laki sama dengan bagian dua orang perempuan, karena laki-laki mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang lebih besar dari pada perempuan. Inilah keadilan menurut ketentuan Allah. Adil dalam Islam bukan berarti sama banyak, namun sesuai dengan kebutuhan atau porsi.

Perlindungan terhadap perempuan dalam Islam maupun dalam hukum positif  mencakup pemenuhan hak perempuan untuk mendapat perlakuan yang baik dan wajar, hak mendapatkan mahar, nafkah, warisan, pendidikan, hak untuk berusaha dan memperoleh hasil usahanya serta hak memilih pasangan hidup. Pewarisan harta pusaka Tinggi kepada anak  perempuan di Minangkabau dalam perspektif perlindungan terhadap perempuan mengandung makna bahwa hak  waris anak perempuan di Minangkabau  telah mendapat perlidungan yang lebih baik, karena di samping berhak memperoleh harta warisan dari orang tuanya (harta pusaka rendah) juga mendapatkan hak terhadap harta pusaka tinggi. Hak atas harta pusaka tinggi ini karena perempuan di Minangkabau merupakan sosok yag sangat dimuliakan dan garis keturunana mengikuti garis ibu.

Ditinjau dari hukum Islam, pewarisan harta pusaka tinggi kepada anak perempuan di Minangkabau hukumnya boleh dilakukan, karena tidak bertentangan dengan hukum kewarisan Islam. Pemberian warisan kepada perempuan tersebut sangat sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan zaman saat ini, karena perempuan juga ikut berperan dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Di samping itu, pewarisan harta pusaka tinggi di Minangkabau tidak diatur dalam fikih mawaris. Fikih mawarist  hanya mengatur tentang pembagian harta pusaka rendah yang pembagiannya sesuai dengan ketentuan dalam ilmu faraidh. Sistem pewarisan harta pusaka tinggi tidak bertentangan dengan hukum syara’ karena masalah harta menyangkut hak hamba (mu’amalah), maka sesuai dengan kaidah ushul fikih bahwa hukum asal perkara mu’amalah adalah boleh sepanjang tidak ada dalil yang melarang. Karena harta pusaka tinggi tidak diatur dalam Alqur’an dan Hadits, maka pewarisan harta pusaka tinggi kepada anak perempuan di Minangkabau dibolehkan  karena tidak bertentangan dengan Syara’

 

Kata kunci, Harta Puska Tinggi, Minangkabau, Anak Perempuan, Hukum Islam

Full Text:

 Subscribers Only


DOI: http://dx.doi.org/10.24042/asas.v10i02.4533

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2019 ASAS



 

ASAS : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah [The ASAS Journal of Sharia Economic Law] is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. Copyright © Sharia Economic Law Department, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. e-ISSN 2722-86XX