FAJAR DALAM PERSPEKTIF SYARI’AH

Rohmat Rohman

Abstract


Abstak: Salah satu syarat sahnya shalat adalah masuknya waktu shalat tersebut. Apabila shalat dilakukan sebelum waktunya atau sesudah waktunya berlalu maka tidak sah. Berbeda dengan waktu Subuh, di mana tanda masuknya (terbit fajar) tergolong paling samar dibandingkan dengan tanda-tanda masuknya waktu shalat yang lain. Dalam pelaksanaan shalat shubuh didapatkan temuan bahwa Rasulullah mempraktikkannya berbeda, terkadang beliau melaksanakan pada saat awal waktu terang, namun dari beberapa temuan hadits lainnya ternyata Rasulullah secara rutin, bahkan sampai wafatnya lebih sering melakukan shalat shubuh di hari masih dalam keadaan gelap. Para ulama sepakat bahwa fajar shadiq menjadi pertanda bagi haramnya makan dan minum di bulan Ramadhan, dan mulainya saat kewajiban pelaksanaan ibadah puasa, serta menjadi pertanda awal waktu shalat shubuh. Sementara fajar kadzib hanya berupa fenomena alam yang sinarnya menjulang ke atas sesaat kemudian gelap kembali. Fajar kadzib terjadi sesaat sebelum fajar shadiq, dan tidak ada hubungannya dengan syari’at waktu-waktu ibadah.

 

Kata kunci: Fajar, perspektif, dan Syari’ah


Full Text:

PDF


DOI: http://dx.doi.org/10.24042/asas.v4i1.1670

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2012 ASAS



 

ASAS : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah [The ASAS Journal of Sharia Economic Law] is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. Copyright © Sharia Economic Law Department, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung. e-ISSN 2722-86XX