HUKUM MENJUAL HAK SUARA PADA PEMILUKADA DALAM PERSPEKTIF FIQH SIYÂSI

M Hasbi Umar

Abstract


Abstract: Voting Right on Election In the Perspective of Fiqh Siyâsi (Political Law). Factually, the political condition which is emerging today is really loaded with the political interests, money politic becomes a trend in every Direct Local Election (Pemilukada); voting right is traded. The practice of money politic has occurred in many areas. This violation is very anxious since it is utilized as an instrument of winning in direct election. Consequently, the suffrage of citizens is hijacked by the interest of the candidate. The practice of money politic can occur during the campaign and prior to the vote. Unfortunately, in some cases, the election officers also involve in such practice. Then there is a sale and purchase of votes which led to fraud in determining and stipulating of votes acquisition and potentially might alter the electability of candidates. The real loss of money politic is the loss of dignity of citizens’ voting right. The voting right would only be a political commodity amid the competition among candidates. The sovereignty of the people becomes meaningless since money has been played in which subsequently will be detrimental to them. For the long run, the practice of corruption is likely to flourish. A position which is obtained by huge capital becomes justification for getting back that capital while occupying political position. Fraud in the election is not only morally wrong, but a form of law transgression. The practice of selling and purchasing of votes in the electionist classified as risywah which is strongly prohibited in Islam.

 

Abstrak: Hukum Menjual Hak Suara pada Pemilukada dalam Perspektif Fiqh Siyâsi. Politik uang (money politic) menjadi tren di setiap Pemilukada; hak suara diperdagangkan. Praktik ini terjadi di banyak daerah. Pelanggaran seperti ini sudah sangat memprihatinkan karena digunakan sebagai alat menang dalam pemilihan langsung. Akibatnya, hak pilih warga dibajak oleh kepentingan kandidat. Praktik money politic dapat terjadi selama kampanye dan sebelum pemungutan suara. Sayangnya, dalam beberapa kasus, petugas pemilu juga terlibat dalam praktik tersebut. Lalu ada jual beli suara yang menyebabkan penipuan dalam menentukan dan menetapkan suara sehingga berpotensi bisa mengubah elektabilitas calon. Kerugian nyata money politic adalah hilangnya martabat warga Negara. Hak suara hanya akan menjadi komoditas politik di tengah persaingan antar kandidat. Kedaulatan rakyat menjadi tidak berarti. Untuk jangka panjang, praktik korupsi cenderung berkembang. Sebuah posisi yang diperoleh dengan modal besar menjadi pembenaran untuk mendapatkan kembali modal yang sementara menduduki posisi politik. Praktik jual beli dan suara dalam kampanye diklasifikasikan sebagai risywah (suap) yang sangat dilarang dalam Islam.


Keywords


hak suara; pilkada; fiqh siyasi

Full Text:

PDF

References


Ash-Shiddieqy, Hasbi, Asas-asas Hukum Tata Negara Menurut Islam, Yogyakarta: Matahari Masa, 1969.

Bustami, al-, Fuad ‘Irfan, Munjid al-Tullab, Bayrût: al-Maktabah al-Kasulikiyyah, t.t.

Barakatullah, Abdul Halim, Menjual Hak Memilih pada Pemilihan Umum dalam Perspektif Hukum Perjanjian, dalam Jurnal Konstitusi, IAIN Antasari, 2009.

Bukhâri, al-, Muhammad bin Ismaîl bin Ibrahîm, Shahîh Bukhâri, Bayrût: Dâr al-Qalam, 1987.

Chejne, Anuar, Succession to The Rule in Islam with Special Reference to the Early Abbasid Period, Disertasi Ph.D. pada University of Pennsylvania Amerika Serikat, 1954.

Fatah, Eep Saefulloh, Evaluasi Pemilu Orde Baru, Seri Penerbitan Studi Politik, Jakarta: LIP FISIP UI, 1997.

Gaffar, Afan, Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi, Yogyakarta: Pusaka Pelajar. 2000.

HR, Ridwan, Fiqih Politik Gagasan, Harapan dan Kenyataan, Yogyakarta: UII Press, 2007.

Hasbi Umar, Muhammad, Paradigma Baru Demokrasi di Indonesia: Analisis Terhadap Pelaksanaan Pemilu Legislatif, Jambi: Syariah Press, 2009.

Ibn al-Hujjaj, Muslim, Shahîh Muslim, Ttp.: Dâr al-Ihyâ’ al-Turath al-`Arabi, 1972.

Ibnu Yazid, Muhammad, Sunan Ibn Mâjah, Ttp.: Dâr al-Ihyâ’ al-Turath al-`Arabi, 1975.

Ibn Hanbal, Ahmad, Musnad al-Imam Ahmad, Mishr: Dâr al-Ma’ârif, 1980.

Khoirul Umam, Ahmad, Membajak Nilai Sosial-Agama, dalam Republika, Kolom Opini, tanggal 14 Desember 2012.

Maududi, al-, Abul A’lâ, al-Khilafah wa al-Mulk, Kuwait: Dâr al-Qalam, 1978.

Marbawi, al-, Muhammad Idrîs, Kamus al-Marbawi, Mishr: Mustafâ al-Bâbi al-Halabi wa Auladih, 1350 H.

Mas’oed, Mohtar, Negara Kapital dan Demokrasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994.

Muhammad, Pemilihan Umum dan Legitimasi Politik, Jakarta: Yayasan Buku Obor, 1998.

Muzakir, Demokrasi dan Kejujuran, Jakarta: Wahana Putra, 2007.

Nugraha, Agus, Pemilihan Presiden dalam Islam, dalam Refleksi Jurnal Kajian Agama dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: Vol. VI, Nomor 3, 2004.

Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara, Jakarta: UI Press, 1990.

Soedarsono, Mahkamah Konstitusi Sebagai Pengawal Demokrasi, Jakarta: Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan NKRI, 2006.

Undang-Undang RI. No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 138).

Undang-Undang RI No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37).

W. Huntington, Samuel, Demokrasi Gelombang Ketiga, Asril Marjohan (pent.), Jakarta: Grafiti, 1995.




DOI: http://dx.doi.org/10.24042/adalah.v12i2.186

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Copyright (c) 2014 AL-'ADALAH

Creative Commons License

Al-'Adalah is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.